Eight Poem

Rinduinya.




Temaram langit syahdu bersahaja
Gumpalan awan gelap terkikis sirna
Walau rembulan masih malu membias senyumnya
Relungku juga, rindu seperti biasanya

Pilu akan di pucuk bersegera
Jika jeruji rindu terus saja menghempas perihnya
Gemintang saja terabaikan di jauhnya
Bagaimana senja?

Terusikkan istiqamah yang harus selalu ku ada
Berjumpa, tertawa, itu tak boleh menggoda
Enyahkan senyuman-senyuman yang menjelma
Mampuku, agar terus berdo’a, akan gubahan ceria seketika

Karena merindunya
Bukanlah sekarang saatnya
Pun dia, mungkin merindukan sosok lainnya
Atau Allah menyiapkan jelmaan sempurna dari segala do’anya

November, kala temaramnya langit malam Jakarta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Twentieth Poem

Eighteenth Poem

Twenty Fourth Poem